KORAN MERAPI — Hamparan pasir putih dan debur ombak Pantai Sandranan menjadi saksi hangatnya pertemuan puluhan mahasiswa dan pemuda asal Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang tergabung dalam komunitas GAWAT Yogyakarta di Syawalan dengan tema “Merajut Silaturahmi, Menguatkan Kekeluargaan GAWAT Yogyakarta”, dan berlangsung Kamis siang (3/4/2025).
Komunitas GAWAT Yogyakarta ini Gabungan dari empat desa Walangsawa, Peusawa, Wowon, dan Nilanapo, yang terletak di kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Komunitas ini beranggotakan mahasiswa dan pemuda yang menempuh pendidikan dan pekerja yang membangun masa depan di Yogyakarta. Sejak awal berdiri, GAWAT menjadi lebih dari sekadar organisasi kekeluargaan, dan menjelma menjadi rumah kedua yang menumbuhkan rasa saling peduli, gotong royong, pengembangan diri dan semangat menjaga identitas di tengah perantauan.
Kegiatan Syawalan yang rutin digelar setiap tahun ini tidak hanya menjadi ajang temu kangen pasca-Idulfitri, tetapi juga menjadi momentum spiritual dan reflektif bagi para anggotanya. Acara dimulai dengan tausiyah yang disampaikan oleh Ustaz Rasman, yang mengingatkan peserta tentang pentingnya menjaga semangat dan nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, bulan suci Ramadan bukan semata tentang ritual puasa, melainkan proses pendewasaan rohani dan pembentukan karakter. “Bulan Ramadan boleh berlalu, tetapi semangatnya harus terus mengalir dalam setiap langkah kehidupan kita. Mari kita jaga ibadah, perkuat iman, dan lanjutkan proses perbaikan diri sebagai bentuk syukur dan ketekunan spiritual,” ujar Ustaz Rasman.
Dalam suasana yang penuh kehangatan itu, hadir pula sesepuh GAWAT Yogyakarta, Kapitang Leutuan, yang turut memberikan sambutan dan wejangan kepada seluruh anggota yang hadir. Dengan suara penuh ketegasan dan kebapakan, ia mengingatkan tentang pentingnya menjaga persaudaraan dan saling merangkul dalam suka dan duka di tanah rantau.
“Kita datang dari kampung halaman yang jauh, meninggalkan orang tua dan tanah kelahiran demi sebuah perjuangan yang mulia: pendidikan dan masa depan. Maka dari itu, jangan pernah lupa untuk saling rabut, saling jaga, dan saling dorong dalam langkah-langkah pendidikan kita. Jangan main-main, karena ini bukan perjalanan biasa. Ini adalah janji kita kepada diri sendiri dan kepada orang tua yang telah melepas kita dengan doa dan harapan,” tegas Kapitang.
Ia juga menekankan bahwa menyelesaikan pendidikan dengan sungguh-sungguh adalah bentuk tanggung jawab moral dan komitmen kepada keluarga dan komunitas. “Tunaikan amanah itu dengan secepat-cepatnya, dengan sungguh-sungguh. Karena keberhasilanmu bukan hanya milikmu sendiri, tapi milik kita semua yang menyayangimu dan percaya padamu,” pungkasnya.
Ketua GAWAT Yogyakarta, Rahmad Boli Raya, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mempererat rasa kebersamaan di antara sesama anak rantau. Ia menambahkan pentingnya menjaga hubungan antarsesama, terutama dalam suasana perantauan yang tak jarang menyimpan tantangan emosional dan sosial.
“Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas atau bentuk selebrasi pasca-Lebaran, melainkan ruang perjumpaan hati. Di sini, kita belajar bahwa kekuatan komunitas terletak pada solidaritas dan empati. Karena pada akhirnya, yang membuat perjalanan ini lebih bermakna bukan sejauh apa kita telah melangkah, tetapi dengan siapa kita melangkah dan berbagi cerita,” ungkapnya.
Di tanah rantau, GAWAT Yogyakarta terus menjelma sebagai ruang yang aman dan hangat, tempat di mana cerita hidup dibagi, harapan ditumbuhkan, dan keluarga diciptakan dari rasa saling memiliki. (Rls)