KORAN MERAPI – Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), Dr. TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M. melantik para advokat baru DePA-RI pada Selasa (29/4/2025) di Swissbell Hotel, Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang dihadiri oleh pengurus DPD DePA-RI, para tokoh masyarakat dan sejumlah advokat senior dari organisasi advokat lainnya.
Dalam pidato pengarahannya, Ketua Umum DePA-RI mengingatkan agar para advokat yang baru dilantik untuk senantiasa memegang teguh kode etik advokat, sumpah advokat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam memperjuangkan profesi advokat yang mulia (officium nobile) dengan memperjuangkan keadilan bagi siapapun sesuai semboyan DePA-RI Justitia Omnibus (Keadilan Untuk Semua).
Luthfi Yazid juga mengingatkan agar para advokat DePA-RI jangan sampai melakukan perbuatan tercela serta melakukan suap, menyogok, gratifikasi ataupun menghina lembaga peradilan atau Contempt of Court. Luthfi Yazid mencontohkan dua orang advokat di Jakarta Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso yang diduga terlibat penyuapan Rp 60 Miliar untuk membebaskan kliennya yaitu PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Luthfi Juga mencontohkan advokat Lisa Rahmat yang melakukan hal yang sama di Pengadilan Negeri Surabaya, yang menyeret nama mantan pejabat MA Zarof Ricar. Juga dua orang advokat Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo yang dibekukan Berita Acara Sumpahnya sehingga tidak dapat lagi menjalankan persidangan di pengadilan.
Dua advokat ini dianggap melakukan “Contempt of Court” saat sidang di Pengadilan Jakarta Utara Razman Arif Nasution dengan mengeluarkan kata-kata kotor kepada hakim yang tidak pantas dan Firdaus Oiwobo naik ke atas meja di ruang sidang.
Luthfi Yazid mengapresiasi Langkah MA yang memutasi 199 (seratus sembilan puluh sembilan) Hakim dan 68 (enam puluh delapan) Panitera setelah terjadinya tiga kasus tersebut. Semoga pesan MA ini ditangkap oleh para hakim di seluruh Indonesia. Akan tetapi Langkah itu tentu belum cukup, sebab menurut Luthfi Yazid pembenahan atau penataan kembali negara hukum ini harus dilakukan secara komprehensif, totalitas, dari hulu sampai hilir, dari pembuat UU sampai pelaksana UU.
Sebab adanya praktik mafia hukum dan korupsi yudisial itu muncul karena adanya demand dan supply. Tak akan ada suap kalau tak ada penyuap dan penerima suap. Ada yang menawarkan, ada yang menerima. Tapi kalau ditolak tawarannya, maka tak akan ada suap. Bahkan Luthfi Yazid menekankan kalau ingin memberantas atau mereduksi praktek suap harus dimulai dari level kepolisian karena rekayasa perkara bisa dimulai dari tingkat penyidikan. Begitu juga hengki-pengki dapat juga terjadi di level kejaksaan dan pengadilan.
Polisi selaku penyidik, jaksa selaku penuntut, advokat yang membela dan hakim yang memutus sama-sama punya peran penting akan timbulnya suap menyuap ini. Dan tak kalah penting juga adalah panitera yang menjadi penghubung antara advokat, jaksa dan hakim.
Akan tetapi menurut Pengacara Calon Presiden RI dalam sengketa Pilpres tahun 2019 dan 2024 ini Indonesia harus memiliki UU COC. Tidak cukup terkait penghinaan kepada lembaga peradilan hanya diatur dalam pasal-pasal terpisah dalam KUHP. Luthfi menyayangkan sebab sampai saat ini kita belum memiliki UU Contempt of Court. Ini sudah saatnya DPR menginisiasi serta menggolkan UU COC yang harus dibuat dengan partisipasi publik dan kajian akademis yang mendalam. DPR tidak boleh “main sulap” dalam meloloskan sebuah RUU menjadi UU.
Bukan hanya negara-negara yang menganut sistem common law seperti Singapura, Australia, New Zealand dan lain-lain yang menganggap aturan COC itu penting, bahkan negara komunis seperti China atau Jepang yang homogen menganggap COC adalah masalah yang serius untuk mewujudkan peradilan yang merdeka dan imparsial (free and impartial tribunal). Bagi Luthfi COC bukan hanya dapat dilakukan oleh seorang advokat, namun juga oleh pengunjung sidang, jaksa dan bahkan hakim sendiri, sebab COC itu adalah penghinaan terhadap lembaga atau institusi.
Pelantikan advokat baru tersebut dihadiri oleh Sekjen DePA-RI Dr. Sugeng Aribowo, Ketua DPD DePA-RI Kalimantan Selatan Nizar Tanjung, S.H., M.H.; Wakil Ketua I Bidang PKPA dan UPA Abdul Hakim, S.H., M.H., M.I.Kom., M.Ap.; Wakil Ketua II Bidang Organisasi dan Keanggotaan Dr. Bahrudin Tampubolon, S.E., S.H., M.Kn.; Wakil Ketua III Bidang Advokasi dan Pembelaan Anggota Rachmad Fadillah, S.H.
Selain melantik advokat baru, DePA-RI juga akan segera melantik pengurus-pengurus baru di beberapa provinsi lainnya serta mengadakan kerjasama dengan organisasi advokat dari negara lain. (Rls)