KORAN MERAPI – Para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sekarang ini dapat memanfaatkan kuota 10 juta sertifikat halal di seluruh Indonesia. Kesempatan ini seharusnya cepat ditangkap bagi para UMKM. Pada 17 Oktober 2024 mendatang, pemerintah Indonesia akan mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh masyarakat harus memiliki sertifikat halal. Dasar hukumnya sendiri sudah dibuat sejak tahun 2014, tertera dalam UU No.33 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang diharamkan. Hal ini disampaikan Andang Ismail SAg, pendamping proses produk halal kepada Koran Merapi, Senin (1/4/24) di kediamannya Bintaran Kulon Yogyakarta.
“Saya salah satu pendamping yang sertified punya kewenangan khusus untuk mendampingi mereka melalui jalur self declare dari Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LPPPH) Edukasi Wakaf Indonesia yang kantornya di Jalan Kusumanegara No.284C, Jomblangan, Banguntapan, Kotagede, Yogyakarta,” ujar Andang.
Menurut Andang, banyak daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare, yaitu produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya; proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana; memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar rupiah; memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB); memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal; memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait; memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi.
“Kemudian secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal; produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan); bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal,” jelasnya.
Selanjutnya tidak menggunakan bahan yang berbahaya; telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal; jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal; menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik); proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle) serta melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.
“Dari semua persyaratan tersebut yang secara administratif paling penting adalah KTP dan nomor HP. Kalau pelaku usaha kategori mikro punya usaha makanan dan minuman yg sudah dipastikan kehalalannya (khususnya non sembelihan: hewan dan unggas) tapi belum tersertifikasi halal, hubungi saja di 08179406963 dengan kirim foto KTP, segera kami tindaklanjuti, dan bila bersedia memasukkan data awal ke link di https://bit.ly/3wYiTwA akan kami layanani segera, saya sendiri menjadi pendamping khusus di DIY,”kata Andang.
Target kuota 10 juta ini hanya sampai 17 Oktober 2024. Setelah tanggal itu semua pelaku usaha mikro harus menyertakan tanda halal di gerai-gerai atau outlet-outlet usahanya, bahkan yg tidak halal pun harus memunculkan tanda tidak halal,”pungkasnya.
Untuk itu, segera saja pelaku UMKM mengikuti sertifikat halal ini, jika tidak akan terkena sanksi, yaitu peringatan, denda dan pencarian produk UMKM. (Ags)