KORAN MERAPI — Inovasi ramah lingkungan kembali digaungkan oleh pelaku batik lokal. Koperasi Sati Batik Baik Yogyakarta resmi memperkenalkan pewarnaan baru berbasis zat warna Remazol untuk produk unggulannya, “Batik Segoro Amarto Reborn”. Pewarna ini dinilai lebih aman bagi lingkungan, tidak merusak malam batik, serta menghasilkan warna yang kuat dan tahan lama.
Dalam wawancara khusus dengan koranmerapi.id pada Jumat pagi (26/9/25), Ketua Koperasi Sati Batik Baik, Iwan Setiawan, atau yang akrab disapa Lik Iwon, menjelaskan latar belakang dan proses inovasi tersebut. Bertempat di Galeri Batik Elok Iwan, kawasan industri batik Taman Sari, Yogyakarta, Lik Iwon menyampaikan bahwa penggunaan zat Remazol telah menjadi pilihan utama koperasi karena keunggulannya dalam proses pewarnaan batik.
“Penggunaan zat warna Remazol ini terinspirasi dari sosok Bapak DJiono, BK.TEKS dari Balai Batik Yogyakarta, yang pertama kali memperkenalkannya di kota ini. Awalnya, formulasi ini digunakan oleh Ibu Hani, dan sekarang kami kembangkan lebih lanjut di Sati Batik Baik,” ujar Lik Iwon.
Zat warna Remazol sendiri merupakan zat warna reaktif yang diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada 7 Agustus 1972 melalui kerja sama antara Balai Penelitian Batik dan Kerajinan dengan PT Hoechst Indonesia. Ditemukan oleh perusahaan Jerman, Hoechst, sejak 1957, Remazol dikenal sebagai zat warna dengan gugus aktif vinyl sulfone yang bersifat ramah lingkungan.
Yang membedakan Sati Batik Baik dari produsen lainnya adalah penghilangan unsur kimia waterglass dalam proses pewarnaan. Seluruh pewarna yang digunakan telah diformulasikan tanpa campuran bahan kimia tambahan yang berpotensi merusak lingkungan.
Dalam proses pewarnaannya, koperasi ini mengadopsi metode Path Dry Hanging. Teknik ini memungkinkan larutan warna untuk mengendap pada kain, kemudian dikeringkan dan didiamkan selama 48 jam (2 hari). Proses ini dilakukan tanpa pemanasan, sehingga tidak merusak lilin (malam) batik yang menjadi ciri khas batik tulis tradisional.
“Dengan teknik Path Dry Hanging, pewarnaan bisa dilakukan secara dingin. Ini menjaga keutuhan motif batik, menjadikan hasil warna lebih cerah, putih, dan tidak pecah,” jelas Lik Iwon.
Produk “Batik Segoro Amarto Reborn”, batik khusus milik Pemkot Kota Yogyakarta ini merupakan hasil kreasi para anggota Koperasi Sati Batik Baik dan mencerminkan semangat pelestarian budaya dengan pendekatan modern yang ramah lingkungan. Inovasi ini sekaligus menjadi contoh nyata bahwa pelaku batik lokal mampu beradaptasi dan berkembang dengan teknologi pewarnaan yang lebih berkelanjutan. (Ags)