KORAN MERAPI – Dalam perjalanan spiritual manusia, terdapat prinsip dasar yang menegaskan hubungan erat antara kemampuan manusia dan peran Allah. Prinsip ini diungkapkan dengan kata “Bisa karena Dibisakan, Mampu karena Dimampukan”. Konsep ini menyatakan bahwa semua tindakan manusia hanya dapat terjadi karena izin dan kehendak Allah, serta kekuatan untuk melaksanakan tindakan tersebut berasal dari-Nya.
Ini mengajarkan bahwa meskipun manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, kekuatan untuk melaksanakan tindakan tersebut berasal dari Allah. Laahaula walaa quwwata illaa billaahil aliyyil ‘adziim, artinya “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung.” Imam An-Nawawi dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan makna dan arti bacaan laahaula walaa quwwata illaabillah atau laahaula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil adziim: adalah kalimat yang penuh kepatuhan dan kepasrahan diri (kepada Allah), dan sungguh seorang hamba tidak memiliki urusannya sedikit pun, tidak ia tidak memiliki daya untuk menolak keburukan dan tidak memiliki kekuatan untuk menarik kebaikan, kecuali dengan kehendak Allah SWT.
Mengakui keterbatasan manusia, merupakan salah satu aspek penting dari kesadaran diri. Setiap langkah hidup manusia mengingatkan akan kelemahannya, dan kebutuhan akan bantuan Allah. Selain itu, manusia diajarkan untuk berserah diri kepada Allah (tawakkal) di setiap keadaan, sambil tetap berusaha dengan penuh keyakinan dan kesungguhan mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa hasil akhir tidak hanya bergantung pada upaya atau kemampuan mereka sendiri, tetapi pada kehendak Allah.
Keyakinan atas segala sesuatu, karena ada campur tangan Allah SWT., maka kita harus lari mendekat ke Allah. Allah dulu, Allah terus dan Allah lagi, karena Allah berfirman: “Dan mereka menjawab cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS. Ali imran-173) dan “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu,” (QS. Al Ikhlas-1-2).
Allah SWT. tempat meminta segalanya dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung. Hanya kepada Allah kita berharap dan bergantung. Saat kita bergantung hanya kepada Allah, tidak ada lagi yang perlu kita risaukan dalam hidup ini. Sebab, kita yakin Allah selalu bersama kita: innallaha ma’ana. Saat kita lari ke Allah berarti kita sudah berserah diri kepada Nya, tentu juga harus dibarengi dengan melakukan ikhtiar yang maksimal.
Allah SWT. akan memberikan solusi terbaik untuk setiap masalah yang kita hadapi. Bahkan, terkadang dengan jalan yang menurut pikiran kita sangat tidak mungkin. Ingatlah bahwa Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hamba-Nya, Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya, maka, mintalah jalan keluar kepada yang memiliki segalanya. (Al-Baqarah : 285)
Dalam hal apapun, bergantunglah hanya kepada Allah SWT dengan memfokuskan setiap hal dalam hidup kita sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya. Tidak hanya saat memperoleh kesusahan saja, saat memperoleh kenikmatan pun, selayaknya harus Allah dulu, Allah lagi, dan Allah terus. Setiap apa yang kita lakukan, insyaAllah bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap manusia terhadap tantangan dan cobaan dipengaruhi oleh konsep ini. Dengan memahami bahwa setiap kesulitan diikuti oleh kemudahan yang diberikan Allah sebagaimana dalam Q.S. al-Insyirah:5-6, dan Allah tidak tidak membebani seseorang kecuali menurut kesanggupannya, maka manusia dapat menghadapi setiap ujian dengan keyakinan dan kesabaran, karena menyadari, bisa karena dibisakan, mampu karena dimampukan.
Kesadaran akan ketergantungan pada Allah membawa kedamaian dan ketenangan batin. Ketika manusia melepaskan kebutuhan akan kontrol dan pengaruh, mereka dapat mencapai kedamaian yang mendalam dalam menerima apa yang telah ditentukan oleh Allah. Selain itu, menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, manusia dapat menjalani hidup dengan rendah hati dan rasa syukur.
Selain itu diperkuat oleh prinsip tawakal (kepercayaan penuh pada Allah). Dalam Surah At-Talaq (65:3), Allah berfirman, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya,” menekankan pentingnya ketergantungan manusia pada Allah dalam semua aspek kehidupan. Manusia seyogyanya memahami, bahwa keberhasilan sejati terletak dalam ketergantungan pada Allah. Ketika manusia melepaskan egonya dan sepenuhnya bergantung pada Allah, mereka akan menemukan kekuatan sejati dalam keterhubungan dengan Sang Pencipta.
Oleh karena itu, “bisa karena dibisakan, mampu karena dimampukan” mengajarkan manusia tentang ketergantungan yang mendalam pada Allah dalam mencapai potensi sejati. Selain itu, mengingatkan manusia akan keterbatasan dan kelemahan dirinya sendiri, dan menerima segala yang terjadi atas kehendak Allah. Dengan menyadari bahwa setiap kemampuan dan kesuksesan berasal dari Allah, manusia dapat lebih memahami tujuan hidup mereka, dan mengarahkan segala tindakan mereka menuju kesempurnaan spiritual. (***)