KORAN MERAPI – Forum Rakyat Jogja Untuk Demokrasi menggelar diskusi publik Kota Jogja Mencari Pemimpin yang dihadiri sejumlah praktisi dan akademisi serta perwakilan komunitas dan organisasi di Ruba Grha Hotel Yogyakarta, Senin (29/4/2024).
Kegiatan ini membahas isu-isu krusial yang dihadapi Kota Yogya dan mencari sosok yang tepat dari kontestan Pilkada 2024 untuk memimpin keberlanjutan Kota Yogya.
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Hempri Suyatna mengatakan, berdasarkan survei persepsi publik terhadap kinerja pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2023, ada beberapa isu utama yang menjadi perhatian besar masyarakat, yaitu persampahan, kejahatan jalanan dan kriminalitas, pariwisata dan kebudayaan, infrastruktur, dan pendidikan.
Persoalan sampah menjadi top of mind dari warga Kota Yogya karena masalah ini bersinggungan langsung dengan keseharian masyarakat. Dengan ditutupnya TPS Piyungan, masyarakat kesulitan untuk membuang sampah yang diproduksi setiap hari.
Meskipun sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah bersama komunitas untuk mengolah sampah yang harus dibarengi dengan kebiasaan memilah, menurutnya upaya ini masih cenderung parsial dan sporadik.
“Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini yang tidak hanya bertumpu pada infrastruktur dan teknologi melainkan juga menekankan pada perubahan mindset dan perilaku,” kata Hempri.
Kemudian kejadian kejahatan jalanan oleh remaja yang seringkali menjadikan viral menjadi masalah serius di tengah popularitas Yogyakarta sebagai kota pelajar. Ada indikasi permasalahan ini kental kaitannya dengan akses pendidikan.
Banyaknya sekolah dan kampus favorit di Kota Yogya menjadi magnet bagi banyak generasi muda dari seluruh Indonesia. Hal ini akan meningkatkan iklim kompetisi yang ternyata tidak ramah untuk warga lokal.
“Jika hal ini tidak segera mendapat perhatian mendalam, bukan hanya serius, akan berdampak pada sektor-sektor lainnya. Bukan hanya berdampak pada kualitas generasi muda tetapi juga sektor ekonomi yang bertumpu pada pelayanan dan perhotelan,” jelasnya.
Selain itu, Kota Yogya juga bergelut dengan permasalahan kemiskinan yang belum kunjung terselesaikan. Meskipun angka kemiskinan di Kota Yogyakarta turun hingga 6,49% di tahun 2023, persentase penurunan kemiskinan ini disinyalir tidak sebanding dengan dana penanggulangan kemiskinan yang digelontorkan setiap tahunnya.
“Ada indikasi inefisiensi dan ketidaktepatan program yang menghambat pengentasan kemiskinan di kota ini,” tegasnya.
Atas berbagai permasalahan itu, lanjut Hempri, masyarakat membutuhkan sosok yang mampu mengurai dan menyelesaikannya. Bukan sekedar pemimpin yang hanya mengandalkan pencitraan, tetapi kerja-kerja langsung di lapangan.
“Masyarakat harus mampu untuk menentukan siapa yang benar-benar mereka butuhkan dan mampu membawa Kota Yogyakarta lebih maju dan berdikari. Salah satu strateginya adalah dengan melihat sejauh apa sosok-sosok calon pemimpin ini menguasai permasalahan dan pendekatan seperti apa yang ditawarkan,” ujarnya.
Ketua PWI DIY, Hudono yang turut hadir dalam diskusi tersebut menambahkan, dalam Pilkada nanti juga perlu diantisipasi adanya money politik agar tidak menghasilkan pemimpin yang hanya mengumbar janji dan tidak paham persoalan penting di Kota Yogya.
“Segala pihak harus bergerak, bagaimana membangun kesadaran masyarakat. Masih ada waktu untuk mengawal itu semua. Semoga didapat pemimpin terbaik, membumi, dan sadar isu-isu,” tandasnya.(C-12)