KORAN MERAPI – Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulonprpgo memastikan hingga saat ini tidak ada hewan ternak yang terpapar antraks. Pascamunculnya kasus ternak berpenyakit antraks di Gunungkidul dan Sleman, kedua wilayah memperketat pemantauan lalu lintas hewan yang masuk.
Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sri Panggarti mengatakan, di bulan Ramadan ini tidak dipungkiri lalu lintas daging dan ternak akan meningkat.
Terkait itu dalam melakukan pengawasan ternak dari luar daerah wajib menyertakan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Selain itu juga dilakukan kewaspadaan akan persebaran penyakit antraks dengan mengedukasi peternak, serta di rumah pemotongan hewan (RPH).
“Jadi saat ini kami benar-benar, untuk sapi dan kambing/domba yang dipotong harus dipastikan sehat,” kata Panggarti di Balai Kota, Kamis (14/3/2024).
Di samping itu, menurutnya dengan adanya Perda terkait dengan pemotongan hewan dan penanganan daging, di mana semua hewan harus dipotong di RPH cukup membantu mencegah penularan antraks di Kota Yogya.
“Dengan daging-daging dari luar kota, kami juga punya pos pemeriksaan ulang. Jadi semua pedagang yang membawa daging yang akan dijual di Kota Yogyakarta harus diperiksa ulang,” terangnya.
Pihaknya pun berpesan kepada masyarakat agar pandai-pandai dalam mengenali daging yang segar. Sederhananya, daging yang segar akan terlihat kenyal, berwarna merah cerah, dan beraroma hewan itu sendiri.
Ia menyarankan konsumen tidak perlu khawatir untuk membeli daging selama kondisinya masih baik dan segar, khususnya dengan harga yang tidak terlalu anjlok.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Drajat Purbadi mengatakan, saat ini pihaknya melarang pembelian ternak dari lokasi kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul. Larangan pembelian juga berlaku untuk produk turunannya seperti pupuk kandang.
“Ini untuk mencegah potensi ternak dari lokasi tersebut dalam membawa bakteri Antraks ke Kulonprogo,” tegas Drajat, Jumat (15/3).
Drajat juga memperketat lalu lintas ternak yang masuk dan keluar Kulonprogo. Ternak yang keluar masuk wilayah ini harus dilengkapi dengan SKKH.
“Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyembelih atau mengonsumsi daging dari ternak yang sudah sakit. Para peternak hingga pedagang diminta melapor jika mendapati hewan dalam kondisi sakit. Laporan bisa ke petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) agar nantinya ada pemeriksaan lebih lanjut,” urai Drajat.
Kendati demikian, Drajat memastikan ternak di Kulonprogo masih aman dari Antraks. Sebab, potensi ternak dari luar yang masuk ke wilayahnya terbilang kecil.
“Kasus terakhir antraks di Kulonprogo terjadi pada 2017 lalu dan sampai sekarang tidak ada lagi. Meski begitu kami harus tetap waspada dengan mengintensifkan upaya surveilans,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kulonprogo, dr Sri Budi Utami mengatakan, antisipasi antraks juga dilakukan pihaknya mengingat antraks tergolong penyakit zoonosis yang bisa menular dari hewan ke manusia. (C-12/Unt)