KORAN MERAPI – Sebanyak 25 peserta dari ‘World Heritage Management Workshop di Situs Warisan Dunia Borobudur’ mengunjungi Situs Warisan Dunia Candi Borobudur Selasa pagi (15/5/24), yang masih dalam pembatasan bagi wisatawan untuk naik ke Candi Borobudur.
“Sesi pertama kunjungan wisatawan mulai pukul 09.00-17.00 wib, tetapi hari ini Selasa pukul 07.00 wib khusus dari peserta workshop dari Dinas Kebudayaan DIY menjadi tamu, kita memberikan waktu lebih awal agar bisa lebih lama berkunjung ke Candi Borobudur,” jelas Hari Setiawan, staf museum Warisan Dunia Candi Borobudur.
Adapun durasi kunjungan ke Candi Borobudur dibatasi, masing-masing sesi akan berlangsung selama kurang lebih satu jam.
Berbeda dengan sebelumnya, kunjungan ke Candi Borobudur juga akan didampingi oleh pemandu khusus serta menggunakan upanat atau alas kaki khusus bagi yang akan naik ke Candi Borobudur dan ini juga dilakukan oleh peserta workshop dari Dinas Kebudayaan DIY.
Hari Setiawan, staf museum dan cagar budaya unit warisan Dunia Borobudur sebagai pamong budaya ahli muda, menjelaskan secara rinci dan jelas beberapa relief-relief kepada peserta workshop, yang sangat terkesan dan takjub akan relief dan kemegahan di Candi Borobudur.
Kepada koranmerapi.id, Hari Setiawan mengatakan bahwa, untuk event kunjungan peserta workshop kali ini menyambut baik dan positif pelestarian warisan dunia.
“Peserta workshop kali ini yang mengadakan dari Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi Dinas Kebudayaan DIY yang baru-baru ini ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Tentu warisan budaya dunia itu kita lihat dalam konteks budaya, konteks lingkungan yang bisa bermanfaat buat peserta,”ungkapnya.
“Jadi yang kita lestarikan itu selain momonumennya (Candi Borobudur), tapi juga lingkungannya. Karena itulah yang nanti bisa memberikan informasi kita mengenai kesejarahan kita dan
informasi kesejarahan sangat penting disampaikan supaya kita tidak mempunyai interpretasi yang salah terhadap sejarah kita,”imbuh Hari Setiawan.
‘Pelestarian Candi Borobudur tidak hanya pada fisik jadinya saja, tapi pada lingkungan disekitarnya. Bagaimana lingkungan itu nantinya bisa mendukung, dengan penghijauan, dengan kondisi-kondisi alam yang dipertahankan budaya-budaya tradisional yang dipertahankan. Itu nanti akan menambah nilai interpretasi situs warisan dunia Borobudur,”jelasnya.
Diakhir penjelasannya, Hari Setiawan mengucapkan terima kasih kepada peserta workshop ini. “Kesempatan untuk menyampaikan informasi berdasarkan data ilmiah dan akademis yang benar. Khusus untuk peserta, saya harapkan bisa dari kunjungan di Candi Borobudur ini nantinya bisa bermanfaat positif. Khususnya bagi pelestarian monumen cagar budaya ataupun nilai tradisional. Untuk bisa diterapkan di sumbu filosofi,”pungkas Hari.
Selanjutnya, salah satu peserta workshop kali ini Dwita Hadirahmi, dari Departemen Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gajah Mada dan staf pengajar di arsitektur UGM.
“Tadi saya naik ke candi sampai lantai 8 Saya terakhir naik itu sudah bertahun-tahun yang lalu sebelum ada peraturan tidak boleh sembarangan naik. Pengetahuan mengenai Borobudur, sedikit sudah pernah kita punya. Tapi dengan penjelasan dari Mas Hari Setiawan itu memang semakin mengingatkan kita akan keistimewaan dari perjalanan nenek moyang kita,”kata Dwita.
“Jadi bagaimana kita mengingat kembali masa-masa lalu pada awal pembangunan dan juga bagaimana Siddhartha itu membimbing masyarakatnya untuk menuju ke jalan yang baik. Jadi saya sebagai peserta tadi menjadi semakin menghargai apa yang sudah dihasilkan oleh nenek moyang kita, dalam hal ini adalah sebuah bangunan candi sebuah warisan”jelasnya
“Candi Borobudur dan terbesar di dunia ini dimasa masa lalu yang teknologinya sudah bisa menciptakan sebuah bangunan yang begitu indah, rapi, megah sekali. Kalau kita melihat lebih dekat betapa halusnya ukiran-ukiran relief itu. Teliti, cermat, dan penuh dengan simbol-simbol kehidupan, jadi lengkaplah sudah pengetahuan yang kita dapatkan,”pungkasnya. (Ags)