KORAN MERAPI – “Adil ka`talion Bacuramin ka`saruga, Basengat ka`jubata”. Kalimat ini mueluncur dari Ibu Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Palangka Raya, Kalimantan Tengah saat membuka acara Forum Group Discussion (FGD) di Saula Pengadilan Tinggi Palangka Raya tanggal 16 April 2025.
Arti dari ungkapan Bahasa Dayak itu adalah kita harus bersikap adil kepada sesama manusia, kita harus bercermin, berpandangan hidup seperti perkataan baik di surga, bahwa kehidupan manusia itu tergantung kepada Tuhan Yang Maha Esa.
FGD yang diikuti oleh seluruh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sekalimantan Tengah, para hakim Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama itu menghadirkan tiga narasumber yaitu Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya, Dr. Hj. Diah Sulastri Dewi, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya Dr. Muhammad Damis, SH, MH dan Dr. TM Luthfi Yazid, SH, LLM selaku Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) yang juga anggota Kelompok Kerja Mahkamah Agung RI terkait PERMA Mediasi.
Kegiatan PT Palangka Raya kali ini dirangkaikan juga dengan acara Halal Bi Halal serta Ulang Tahun Ikatan Hakim (IKAHI) ke 72 se Kalimantan Tengah. Tak pelak lagi acara FGD yang bertemakan Optimalisasi Penyelesaian Perkara Melalui Mediasi dan Restorative Justice di Pengadilan tidak hanya dihadiri oleh para hakim, mediator hakim, mediator non hakim, akademisi, pengacara, Kepala Biro Hukum Provinsi Kalimantan Tengah, para pemangku adat Dayak dan lain sebagainya.
Beberapa diantaranya yang hadir adalah Ricky Ferdinand,S.H.,M.. (KPN Palangka Raya), Benny Octavianus S.H., M.H. (KPN Sampit), Dilli Timora Andi Gunawan, S.H.,M.H. (KPN Pangkalan Bun), Arief Kadarmo, S.H.,M.H. (KPN Kuala Kapuas), Sugiannur,S.H.,M.H. (KPN Muara Teweh), Ahmad Husaini,S.H.,M.H. (KPN Buntok), Moch. Isa Nazarudin,S.H.,M.H. (KPN Tamiang Layang), Nataria Cristina Triana,S.H.,M.Hum. (KPN Kasongan).
Kemudian Dr. Galih Bawono, S.H.,M.H. (KPN Kuala Kurun), Evan Setiawan Dese,S.H.,M.H. (KPN Nanga Bulik), Mohamad Zakiuddin,S.H. (KPN Pulang Pisau), Pemangku Adat Dayak Kardinal Tarung, para mediator non hakim dari Jakarta dan lain-lain.
Hadir juga secara daring seperti Direktur Eksekutif IICT, Sri Mamuji, S.H., M. Lib, Direktur Eksekutif Pusat Mediasi Nasional, Fahmi Shahab, mantan Deputi Mennkopolhukham Dr. Sugeng Purnomo,SH, MH, anggota Tim Pembaharuan MA serta dosen FH UI, Wiwiek Awiyati, dan sebagainya.
Ketua KPT sebagai tokoh mediator hakim dikenal dengan kesuksesannya menyelesaikan berbagai perkara dengan mediasi saat beliau menjadi hakim, ketua Pengadilan Negeri, Waka PT di berbagai wilayah beliau sangat sungguh-sungguh mempromosikan penyelesian sengketa dengan mediasi, yang memang diwajibkan dalam setiap perkara yang disedangkan di pengadilan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016. Ibu Diah Sulastri Dewi kaya akan pengalaman sebagai hakim, hakim mediator, serta telah mengikuti berbagai pelatihan mediasi di Jepang, Belanda, Australia dan lain – lain.
Itulah yang mengantarkan kesuksessannya sebagai salah satu perintis mediasi dikalangan hakim di Indonesia. dalam presentasinya menekankan prinsip dasar pedoman perilaku mediator yaitu prinsip netralitas, prinsip penentuan diri sendiri (self determination), prinsip kerahasiaan (confidentiality), dan prinsip bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
Mediasi inilah yang harus dibumikan di bumi Pancasila (sebutan untuk Palangka Raya atau saat Soekarno meresmikan kota ini pada tahun 1957 menyebutnya sebagai kota masa depan), tegas KPT Palangka Raya dengan penuh semangat.
Sementara itu Wakil Ketua PT Palangka Raya Dr. Muhammad Damis,S.H.,M.H. menekankan akan perlunya seorang mediator itu berpegang teguh pada kode etik sebagai mediator serta menjadi integritas. Bahwa Waka PT berharap agar dikota Palangka Raya atau yang dikenal sebagai Kota Tambun Bungai akan lahir mediator – mediator Tangguh.
Luthfi Yazid, ketua DePA-RI menekankan pentingnya mengutamakan mediasi dalam setiap penyelesian perkara, kecuali sudah tidak ada jalan lain, maka litigasi menjadi pilihan. Inilah sacaranya untuk mengurangi penumpukan perkara. Luthfi Yazid mengingatkan bahwa mediasi dan musyawarah adalah mandat konstitusi, UUD 1945.
Dalam pembukaan UUD 1945 jelas disebutkan bahwa musyawarah adalah pegangan kita dalam menyelesaikan setiap persoalan yang kita hadapi. Dan prinsip musyawarah ini pula yang menjadi salah satu sila dari Pancasila. Para pendiri bangsa sedari awal sudah meletakkan dasar atau pandom apabila kita ingin mencapai kebahagiaan dan keadilan maka musyawarah menjadi caranya.
Luthfi Yazid yang juga pendiri Japan Lawyers Association (JILA) memberikan contoh dibeberapa negara yang menerapkan mediasi dalam penyelesaian perkaranya seperti di Inggris, Belanda dan Jepang. Keberhasilan penyelesian perkara melalui mediasi selain didukung dengan dasar hukum yang kokoh dengan UU juga dukungan budaya menjadi factor penentu.
Sebab itu Luthfi Yazid, yang sempat menjadi peneliti dan dosen tamu di Universitas Gakushuin, Tokyo atas undangan Prof Yoshiro Kusano berharap agar mediasi menjadi semacam gerakan yang kelak dapat menjadi mind-set dan heart-set dalam Upaya penyelesaian perkara. Bukan hanya dalam penyelesaian perkara melaljui mediasi, namun juga melalui restorative justice. (***)