KORAN MERAPI – Awal tahun 90-an ramai dalam pemberitaan majalah politik dan koran politik di Indonesia dengan kata “stupid” yang dikemukakan oleh Gus Dur yang saat itu adalah ketua PBNU dan Ketua Forum Demokrasi. Awalnya kata stupid itu dilontarkan oleh Gus Dur ketika beliau diwawancarai sebuah media luar negeri berbahasa inggris. “He is stupid” demikian kira-kira kata Gus Dur ketika ditanya pendapatnya tentang langkah-langkah yang dilakukan Soeharto pada waktu itu.
Mengatakan Soeharto stupid dalam konteks politik Indonesia waktu itu bukan saja memerlukan keberanian yang luar biasa, akan tetapi juga dilandasi dengan argumentasi yang kuat. Maka hampir semua khalayak mengagumi keberanian Gus Dur dan justru dengan afirmasi menyetujuinya. Setelah pernyataan itu maka pergulatan politik antara NU, Fordem, Pemerintah, dan ABRI sebagai pembela Soeharto berjalan keras. Dimulai dari pelarangan seminar hingga percobaan penggulingan Gus Dur dari ketua PBNU.
Belum lama terdengar, sekitar 2 tahun lalu Pakar Filsafat demikian selalu disebut, Rocky Gerung mengatakan bahwa Jokowi itu “dungu” ketika dia berbicara di suatu kesempatan. Menurut Rocky, Pak Jokowi itu dungu karena tidak paham tentang hal-hal yang fundamental dalam pemerintahan. Dunia media Indonesia pun riuh rendah. Ada yang pro maupun yang kontra.
Sebagaimana biasa istana atau Jokowi tak pernah menanggapi kritik RG meskipun untuk sebagian besar telinga kata “dungu” itu termasuk kasar. Bukannya mengalami kesulitan seperti Gus Dur, bung RG malah semakin berkibar dan diundang kemana-mana. Nampaknya para oposisi Jokowi senang dengan ungkapan RG itu.
Beberapa hari ini meluncurlah kata “goblok” yang dikeluarkan “di atas” es teh oleh seorang staf khusus presiden di suatu forum pengajian. Kata itu kemudian menjadi viral dipotong-potong dalam video media sosial yang akhirnya memunculkan suatu intensi bahwa kata goblok itu demikian menghinakan. Bahkan di media sosial dibumbui dengan pendapat-pendapat yang sangat personal tentang stafsus presiden yang memang tidak disukai sebelumnya dan diikuti dorongan pemecatan.
Kalau kita melihat konteksnya dalam acara es teh itu sebenarnya celotehan candaan yang sudah biasa terjadi dalam forum-forum yang sama di tempat lain dan orang biasa saja. Ketika seorang pedagang belum bisa menjual dagangannya bisa jadi dia memang gak pinter jualan alias goblok. Lantas salahnya di mana kata goblok itu hingga menimbulkan hujatan.
Barangkali adalah posisi yang mengucapkan hari ini adalah pembantu presiden yang dalam Pemilu kemarin bukan pilihan netizen. Pertanyaannya adalah kenapa kata dungu yang dilontarkan kepada seorang presiden dianggap lebih tepat oleh netizen dibanding dengan kata goblok untuk seorang penjual es teh? Adilkah?. (***)