KORAN MERAPI – Kapolda DIY Irjen Polisi Suwondo Nainggolan mengatakan bahwa kemitraan Polri dengan media mainstream memiliki peran yang sangat penting. Menurut Kapolda DIY, media mainstream tidak lagi menjadi wahana memberitakan dinamika masyarakat atau capaian kepolisian, akan tetapi juga memverifikasi derasnya arus informasi sekarang ini.
Ketika berbicara di hadapan para tamu undangan, pimpinan redaksi dan awak media, Kamis (27/2/2025) siang, di Gedung Anton Soejarwo, Mapolda DIY, di forum Sapa Kabidhumas, Irjen Polisi Suwondo Nainggolan menegaskan, di era pasca kebenaran saat ini, apa yang diunggah di akun media sosial (medsos) telah dianggap sebagai kebenaran. Padahal faktanya tidak selalu seperti yang diinformasikan.
“Sekarang ada bapak-ibu, (kecenderungan) apa yang ada di medsos itu merupakan kebenaran yang mutlak. Padahal, sebenarnya tidak begitu,” jelasnya.
Kapolda lantas mendukung peran yang lebih besar dari media mainstream. Dimana media mainstream yang berpegang teguh pada kode etik jurnalistik diharapkan mampu menjadi corong kebenaran untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi ke publik.
“Kami harap media mainstream ini memverifikasi apa yang terjadi sebenarnya. Kalau perlu nih kita cemplungin, media ke grup WhatsApp pejabat Polda DIY. Media bisa tanya ke pejabat yang berwenang sebagai bentuk klarifikasi,” ucapnya.

Suwondo Nainggolan menyontohkan, viralnya kasus Patwal yang mengawal bus pariwisata. Polda DIY, dalam hal ini Polres Bantul, langsung merespons isu tersebut dengan mengecek kebenarannya.
“Jadi saya pesankan ke bapak Kabidhumas yang terpenting itu kejujuran dan kebenaran. Kita sampaikan saja apa adanya. Lebih baik kita terlambat memberikan informasi, tapi kita mengecek dulu kebenarannya, dan baru disampaikan,” tegas Kapolda DIY.
Irjen Polisi Suwondo Nainggolan meyakini jika aparat berbicara sesuai kebenaran yang ada, maka akan dapat mematahkan informasi hoaks yang luas beredar. Media mainstream memiliki peran yang vital untuk menangkis serangan hoaks dari dampak informasi cepat saat ini.
“Saya yakin kok kalau bicara kebenaran dan kejujuran maka itu akan menyelamatkan kita. Saya menganggap mainstream inilah yang mampu memfilter berita yang berseliweran di dunia maya,” ujarnya.
Sementara itu, narasumber tunggal di sapa Kabidhumas ini Prof. Dr. Edwi Arief Sosiawan dari Koorprodi Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta,
mengatakan bahwa peran polisi adalah lembaga negara yang bertugas menjaga ketertiban keamanan dan menegakkan hukum di masyarakat, di Indonesia polisi berfungsi untuk mencegah dan menangani tindak pidana, mengatur lalu lintas, melindungi masyarakat serta memberikan pelayanan publik yang berkaitan dengan hukum. “Polisi Indonesia beroperasi di bawah kendali Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri dan berada langsung di bawah Presiden Republik Indonesia (dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002),” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa strategi menangkal hoaks ada dua, pertama adalah penggunaan media sosial, dalam hal ini harus bisa merespon peristiwa atau isu dengan sangat cepat, menunjukkan transparansi dan akuntanbilitas dalam menjalankan tugas, memberikan klarifikasi yang dapat membentuk hoaks, kemudian terakhir berinteraksi langsung dengan public dengan fitur komentar pesan langsung Bisa DM atau live chat,” tuturnya.
Selanjutnya yang kedua adalah kolaborasi antara kepolisian dengan media massa. “Melalui pemberitaan yang berimbang dan verifikasi fakta, meningkatkan transparansi dalam proses penegakan hukum, berkolaborasi dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya hoaks, pemberitaan yang menyoroti kasus-kasus penyebaran hoaks yang melibatkan tindakan hukum dari kepolisian dan membangun platform kolaboratif untuk antisipasi fakta,” pungkasnya. (Ags)