KORAN MERAPI – Baru-baru ini, masyarakat Yogyakarta dikejutkan dengan peristiwa konvoi pelajar yang berujung kericuhan. Kericuhan yang terjadi, mengundang berbagai reaksi dan tanggapan dari masyarakat.
Sebagian melihatnya sebagai tindakan yang cukup meresahkan dan merugikan, mencoreng nama baik para pelajar dan berdampak kurang baik bagi Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya.
Namun disisi lain, kita dapat menemukan hikmah di balik peristiwa tersebut, mengingatkan kita akan pentingnya introspeksi dan refleksi diri, terutama bagi stakeholder terkait, pelajar dan para generasi muda.
Kericuhan konvoi pelajar dapat dilihat sebagai cerminan dari gejolak emosi dan egoisme yang masih mendominasi diri para pelajar. Ketidakmampuan untuk mengendalikan diri dan kurangnya kesadaran akan norma sosial telah mendorong mereka melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Pengendalian diri dan emosi, merupakan aspek penting dalam perjalanan hidup manusia. Kericuhan yang terjadi, mencerminkan betapa manusia kehilangan kontrol atas dirinya dalam situasi yang penuh emosi, yang semestinya kita berusaha menjaga keseimbangan batin, dan ketenangan hati dalam segala situasi dan kondisi yang ada.
Kericuhan juga dapat dipicu oleh kurangnya toleransi, penghormatan dan empati, serta ketidakmampuan mengendalikan hawa nafsu. Islam mengajarkan pentingnya kebersamaan dan saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat.
Pesan baginda Rasulullah SAW menjadi renungan bagi kita semua, yang artinya: “Bukanlah orang kuat itu yang (biasa menang) saat bertarung atau bergulat, tetapi orang kuat itu adalah yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah,“ (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).
Kericuhan tersebut dapat dilihat sebagai peluang untuk melakukan refleksi diri dan Introspeksi diri, serta memperbaiki hablum minallah (hubungan kita dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan sesama manusia).
Selain itu, kita dapat menemukan hikmah di balik setiap peristiwa dan melangkah lebih dekat menuju-Nya. Walaupun kita menyadari, peristiwa ini sebagai bagian dari kehendak-Nya, untuk menjadi pelajaran dan hikmah bagi manusia.
Kejadian tersebut memberikan pesan moral, dan pelajaran berharga bagi kita semua, yaitu pentingnya akhlak mulia, seperti kesabaran, sopan santun, toleransi, rendah hati, saling menghormati, dan tidak menyakiti orang lain.
Dalam hadist Tirmidzi, diriwayatkan pula dari Ata, dari Ibnu Umar, bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, manakah orang mukmin yang paling utama?” Rasulullah Saw. menjawab: Orang yang paling baik akhlaknya dari mereka. (HR. Tirmidzi).
Sedangkan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah dalam suatu kesempatan mengatakan, “Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”
Pesan moral lain yaitu larangan kekerasan, menjaga persaudaraan atau ukhuwah, menghindari perbuatan yang mencelakakan diri dan orang lain, Menjaga ketertiban dan keamanan publik, dan perlunya penekanan pendidikan karakter di sekolah.
Selain itu, Islam mendorong umatnya untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan memelihara ketertiban. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah seseorang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari).
Yang tidak kalah penting adalah peran keluarga dan masyarakat. Peran ini, membentuk karakter anak-anak dan remaja. Dengan memberikan contoh yang baik dan mendidik mereka dengan nilai-nilai moral dan agama, kita dapat meminimalisir, bahkan mencegah perilaku negatif.
Diharapkan dapat tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran berharga dari setiap kejadian dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi sesama. (***)