KORAN MERAPI – Kecelakaan bus pariwisata yang terjadi pada hari Minggu 6 Februari 2022 lalu, kejadian sekitar pukul 13.00 WIB di Bukit Bego Padukuhan Kedung Buweng, Wukirsari kapanewon Imogiri Bantul yang mengakibatkan 13 orang tewas dan 34 orang terluka. kecelakaan di lokasi yang sama oleh bus pariwisata Saestu Trans yang terjadi hari Kamis 8 Februari 2024, dugaan sementara dikarenakan rem blong, kecelakaan mengakibatkan korban satu meninggal dalam kecelakaan tersebut. Penyebab kecelakaan diduga yakni pertama, sopir tidak menguasai medan dan kedua, rem blong.
Pola kecelakaan bus pariwisata dijelaskan oleh Ahmad Wildan Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kecelakaan tersebut pola terjadinya selalu berulang.
Keselamatan transportasi pariwisata menjadi faktor utama kinerja pelayanan jasa transportasi, kecelakaan bus pariwisata yang terjadi di lokasi tersebut, menunjukkan kelemahan dalam sistem manajemen lalu lintas yang nyaman dan aman serta selamat. Kekurangan keselamatan lalu lintas dapat berdampak negatif pada kunjungan wisatawan.
Solusi Filsafati
Mengatasi hal tersebut diperlukan pendekatan teoritis dan praktis. Pendekatan teoritis, studi transportasi pariwisata konsepnya adalah sarana untuk menghantarkan dan melayani perjalanan wisatawan dari tempat asal untuk menuju destinasi pariwisata berdasarkan rute perjalanan yang sudah direncanakan dalam bentuk paket wisata dengan pelayanan yang mengutamakan kenyamanan, keselamatan, dan pengalaman. Jasa transportasi pariwisata konsepsinya bukan sarana untuk memindahkan dalam tatakelola mobilisasi manusia dan disribusi barang.
Keberadaan wisatawan sebagai konsumen yang memiliki nilai martabat menjadi unsur utama di dalam mengkonstruk teori transportasi pariwisata juga sebagai dasar implementasi pelayanan. Jasa transportasi pariwisata berorientasi pada apa yang dinikamti wisatawan sebagai konsumen, bukan apa yang dirasakan oleh pengusaha jasa transportasi pariwisata. Orientasi utama adalah bagaimana wisatawan merasakan perjalanan yang nyaman, dan memandang produk pelayanan jasa transportasi yang ditawarkan.
Hakikat manusia adalah kenyataan kongkret, bukan esensi di balik penampakan. Manusia berada dalam dunianya, manusia dan dunia tidak dapat dipisahkan, manusia adalah subjek dan sekaligus objek, manusia adalah konsumen dan bisa juga berada pada produsen. Perjalanan wisata memiliki tujuan untuk penyegaran jiwa dan raga dalam proses menuju eksistensi manusia yang bermatabat.
Pariwisata pada dasarnya adalah pergerakan fitrah manusia untuk proses menuju kesempurnaan. Pariwisata adalah perjalanan bermakna. Oleh karenanya, makna gejala perjalanan wisata sebagai persoalan hakiki harus diangkat, dan dikonstruksikan untuk mendasari bangunan ilmu transportasi pariwisata. Jati diri wisatawan sebagai makhluk bergerak dan sebagai manusia beridentitas (agamis, berfikir, bersosial, berpolitik, berkebebasan, dan nilai-nilai lainnya) dalam perjalanan wisata berkedudukan sebagai manusia bermartabat dan layak mendapatkan pelayanan jasa transportasi berkualitas.
Konsep transportasi pariwisata
Transportasi adalah setua manusia, kebutuhan dasar kehidupan membutuhkan sarana atau kendaraan. Sarana utama yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia adalah kaki, sebagaimana yang dimanfaatkan untuk perjalanan dalam upaya mencari sesuatu atau untuk kepentingan lain yang menjadi kebutuhan kehidupan maupun keperluan sosial.
Konsep transportasi pariwisata, sebagaimana bus pariwisata kepentingannya bukan untuk mobilisasi dan distribusi, tetapi peruntukannya untuk menghantarkan perjalanan wisatawan di dalam mengunjungi destinasi, dengan rute dan jadwal perjalanan yang didesain oleh Biro Perjalanan Wisata dengan pelayanan yang nyaman, aman, selamat dan memberikan pengalaman perjalanan yang membahagiakan. Konsep transportasi pariwisata demikian, jika jasa transportasi pariwisata direspon oleh wisatawan dengan berbagai latar belakang esensi filsafat tersebut bahwa kualitas pelayanan dapat mempengaruhi permintaan kunjungan wisatawan.
Kinerja pelayanan
Kajian teoritik ilmu transportasi pariwisata masih mendasari pada pendekatan paradigma transportasi umum. Prinsip ini memposiskan esensi wisatawan pada bingkai materialiastik. Asumsi dasar demikian, memposisikan wisatawan sebagai manusia bermartabat terseret pada pandangan materialism, sehingga wisatawan sebagai manusia dimaterikan. Pandangan demikian berdampak pada kinerja pelayanan yang mendasari pada tatakelola prinsip bisnis jasa transportasi dengan prinsip pelayanan yang cepat, tepat, dan selamat dalam bentuk kebijakan efisiensi dan keuntungan maksimal.
Kondisi aksesbilitas
Kawasan Imogiri – Dlingo jika dibandingkan dengan akses jalur Bedugul – Singaraja Bali dan Kawasan Puncak Bogor. Untuk diakses bus pariwisata tidak bahaya, bahkan dapat memberikan pengalaman indah. Kecelakaan terjadi dikarenakan faktor pengemudi berperilaku pengemudi bus umum, dan tidak atau kurang memahami karakter jalur tersebut.
Integrasi moda transportasi Imogiri-Dlingo
Untuk memberikan pelayanan wisatawan yang mengunjungi objek wisata Kawasan bukit hususnya wilayah Imogiri – Dlingo diperlukan manajemen model integrasi moda transportasi. Artinya menggabungkan dua atau lebih jenis moda transportasi yang memberikan pelayanan jasa transportasi Kawasan Imogiri-Dlingo antara lain; Makam Raja Imogiri, Hutan Pinus Pengger, Mangunan, Puncak Becici, Kebun buah Mangunan, Bukit Panguk, songgo Langit, Jurang Tembelan Kanigoro, Watu Goyang, Little Tokyo, Lembah Oya Kedungjati, Air terjun Lepo, Negeri di atas Bukit, Bukit Mojo. Untuk memberikan kinerja pelayanan wisatawan di Kawasan tersebut diperlukan adanya kebijakan Integrasi Moda Transportasi Imogiri – Dlingo (IMTI).
*)Dr. Sarbini. M. Phil, Dosen Prodi S1 dan S2 Pengampu mata kuliah Manajemen Transportasi Pariwisata, STIPRAM ( Sekolah Tinggi Pariwisata Yogyakarta), dan Ketua DPD. HIPPI DIY.